Jumat, 16 Desember 2011

Protret Pendidikan Aceh Utara

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru (FIB)
Lhokseumawe, 24/10/11.
Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) (8/10) menyelenggarakan talkshow radio dengan tema Potret Pendidikan di Aceh Utara. Acara ini dilaksanakan di LSM SEPAKAT Jalan Peutua Ali No.49 Tumpok Teungeh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dan disiarkan secara langsung oleh RRI Pro 1 Lhokseumawe dari pulul 16.00-17.00 wib. Talkshow ini menghadirkan 6 orang nara sumber, masing-masing Bapak Khalidi (Kasi Penyusunan Program Dinas Pendidikan Aceh Utara dan Direktur KKB Finansial Lhokseumawe), Jefri Susetio, Salissufardi, Mustafa Kamal dan Muammar dari Sekolah Demokrasi Aceh Utara serta Ibu Milastri Muzakar dari Lembaga Indonesia Mengajar Jakarta.
Kasi Penyusunan Program Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara, Bapak Khalidi mengatakan : “ada kekhawatiran dari elemen sipil tentang pendidikan di Aceh Utara saat ini. Dalam menyelenggarakan pendidikan sebenarnya ada standar pelayanan minimal. Ada 27 indikator yang dinilai, 13 indikator di kabupaten dan 14 indikator di sekolah. Sekarang dalam perencanaan program bidang pendidikan juga lebih banyak menggunakan sistem dari bawah keatas. Tidak seperti dulu semua diatur dari atas kebawah, sekarang sistem dari bawah keatas lebih mendominasi. Walaupun sistem ini juga belum tentu bagus karena suara terbanyak tidak selamanya benar. Sedangkan yang menjadi kendala dalam memajukan pendidikan di Aceh Utara adalah ada perbedaaan persepsi dan pandangan tentang apa yang dipahami oleh Dinas Pendidikan dengan yang dipahami oleh masyarakat umum untuk memajukan pendidikan di Aceh utara”.
Kendala lain adalah pendidikan guru rendah. “Di Aceh Utara ada 12.000 orang guru tetapi hanya 2.000 orang yang berpendidikan S1. Masih banyak guru yang mengajar bukan berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahliannya. Ada guru PPKN mengajar Bahasa Inggeris, bagaimana bisa? Sebenarnya, gurunya saja kalau kita tes Ujian Akhir Nasional (UAN) belum tentu lulus, bagaimana dengan muridnya?. Oleh karena itu, memperbaiki kualitas guru penting. Dalam memperbaiki kualitas guru perlu dukungan dari legislatif dan eksekutif. Kalau kita merujuk kepada standar pelayanan minimal, maka pendidikan di Aceh Utara banyak rapor merahnya. Menurut UU No.14 tahun 2005, pendidikan guru minimal S1, sedangkan kendala lain masih banyak guru yang berstatus honorer dan pegawai bakti” demikian kata Khalidi.
Sedangkan ibu Milastri Muzakkar dari Indonesia Mengajar mengatakan : “Tidak ada jaminan guru PNS kualitasnya lebih baik dari guru honorer dan guru bakti. Kesalahan lain dalam sistem pendidikan kita di Aceh Utara  adalah guru hanya bertanggungjawab didepan kelas saja. Setelah anak-anak pulang, apa yang dilakukan oleh murid diluar sekolah, guru tidak lagi bertanggungjawab”. “Seharusnya guru tetap membimbing muridnya walau diluar kelas sekalipun. Kualitas pendidikan di Aceh utara masih rendah, contohnya di SD 4 Langkahan, ada murid sudah kelas 5 tetapi belum pandai membaca dan menulis, kemampuannya masih setara murid kelas 2 SD” kata Milastri.
Sementara Direktur LSM SEPAKAT, Edi Fadhil mengatakan : “Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang masih menghadapi tantangan besar dalam usaha memajukan pendidikan, misalnya kendala ketersediaan dan kualitas guru, sarana dan pra sarana sekolah yang masih minim, serta akses menuju sekolah yang masih terbatas. Banyaknya anggaran digelontorkan pemerintah untuk bidang pendidikan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan di Aceh. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 misalnya, siswa Aceh menduduki peringkat terendah di Indonesia. Sedangkan di bidang IPS pada SNMPTN 2011 menduduki peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini bertolak belakang dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini”. @Amru Alba Abqa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar