Jumat, 25 November 2011

Hutan Makin Hancur Pasca Moratorium Loging

Hutan Makin Hancur Pasca Moratorium Loging
Aceh Utara
Implementasi Undang-Undang tentang Hutan dan Lingkungan Hidup Pemerintah Aceh telah membentuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Badan Kawasan Ekosistem Leuser telah dibentuk di 13 Kabupaten di Aceh dan 4 Kabupaten di Sumatra Utara. Dalam KEL ini terdapat hutan, berbagai macam species (tumbuh-tumbuhan dan binatang) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa. Ini mengundang investor dari luar negeri berebutan. Pengelolaan hutan juga ada aturan mainnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan Undang-undang  Nomor 23 tahun 1997 tetapi masih kurang menguntungkan masyarakat. Semua ini tidak bermamfaat sama sekali untuk menjaga hutan Aceh dari kerusakan. Polisi hutan saja yang ditugaskan untuk menjaga areal kawasan hutan malah main mata dengan paca cukong kayu. Demikian antara lain isi diskusi tentang Hancurnya Hutan Aceh yang diselenggarakan oleh Departemen Lingkungan Hidup Sekolah Demokrasi Aceh Utara di Aula LSM SAHARA Lhokseumawe (14/11).
Fungsi KEL antara lain menyediakan pasokan air, mencegah erosi, banjir, penyerapan karbon, pengaturan iklim, pengaturan potensi tenaga air dan penyerbukan tanaman. Tetapi Jeda Penebangan Pohon yang didengungkan oleh Gubernur Aceh, drh. Irwandi Yusuf, MSc sama sekali tidak memberi mamfaat untuk mengerem percepatan kerusakan hutan di Aceh. “Moratorium Loging itu tidak efektif untuk menjaga hutan Aceh agar tidak dirusak oleh para perambah liar maupun perusahaan yang mendapat izin HPH. Cocoknya di Aceh diterapkan Darurat Ekologi agar bisa dilakukan pemulihan kawasan hutan. Luas hutan Aceh 3,3 juta hektar tetapi 23.000 hektar rusak setiap tahun.” kata Direktur Eksekutif Ranup Women Institute, Safwani, SH yang bertindak sebagai Narasumber dalam pertemuan tersebut.
Menanggapi kerusakan hutan Aceh saat ini, ketika dihubungi FIB, Sekretaris Eksekutif Perhimpunan Masyarakat Tani (PERMATA) Aceh Utara, Azhari Muhammad mengatakan “Akibat dari pembalakan liar dan izin HPH yang tidak terkontrol telah menyebabkan longsor dan banjir menjadi langganan bagi masyarakat Aceh di kaki bukit Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Perusahaan pemilik HPH membabat hutan sampai ke kawasan luar HPH sehingga rakyat Aceh terus dirugikan. PERMATA Aceh Utara mensinyalir ada permainan antara perusahaan HPH dengan pihak keamanan atau polisi hutan tidak tahu mana areal HPH dan mana yang menjadi KEL yang tidak boleh ditebang. Moratorium loging berimplikasi negatif, hutan dirusak oleh polisi hutan dan hutan yang ditebang bukan berkurang, malah semakin banyak” demikian kata Azhari Muhammad yang sejak 2005 aktif di Perhimpunan Masyarakat Tani (PERMATA) Aceh Utara.
Salah seorang peserta dialog, Presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh, Muhammad Agam Khalilullah mengatakan “Banyak perusahaan tambang, kehadirannya membawa bencana bagi Aceh, PIM dengan amoniaknya, Exxon Mobil dengan mercurinya dan PT Arun dengan H2Snya. Akibat dari limbah mercuri mengakibatkan penyakit bentol merah bagi warga sekitar tetapi tidak ada yang mengusut kasus ini. Di Aceh Utara banyak perusahaan kapitalis tetapi rakyat Aceh Utara tetap miskin, perusahaan multinasional ada tapi Aceh Utara kabupaten termiskin di Aceh, bagaimana ini? Lanjut Agam mempertanyakan”. @ABQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar