Jumat, 16 Desember 2011

BPK Temukan 44 Rekening Liar Pemda Aceh

PERMATA Post | Kamis, 15 Desember 2011
Banda Aceh – BPK telah berhasil menemukan sejumlah rekening misterius di jajaran Pemerintah Aceh, kini tugas inspektorat dan Dinas Pengelolaan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) mencari tahu pemilik rekening tersebut. Rekening liar yang ditemukan itu mencapai Rp 12 Milyar yang mengagetkan banyak kalangan termasuk Gunernur Aceh, Irwandi Yusuf. Rekening itu terdiri dari 44 pemilik yang sampai saat ini masih misterius. Gubernur Aceh telah memerintahkan DPKKA untuk mencari tahu pemilik rekening tersebut. Dalam pengusutan ini juga perlu kerjasama dengan Bank Aceh dan Bank lainnya. Gubernur Aceh mengatakan, “sejak dirinya dilantik menjadi Gubernur Aceh, pada 8 Pebruari 2007, keinginan untuk membersihkan permainan rekening misterius di jajaran Pemerintah Aceh sudah dia sampaikan kepada BPK. tapi itu baru terungkap setelah tahun kelima dia memimpin Aceh, tapi tak apa, yang penting tekat untuk membersihkan rekening misterius sudah terungkap, kata Irwandi Yusuf.

Sementara menurut Gerakan Anti Korupsi (Gerak) Aceh, akibat banyaknya rekening liar, banyak anggaran daerah yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi karena sangat sulit dilakukan kontrol keluar masuk transaksi anggaran yang dibelanjakan. Menurut Gerak, ada 59 rekening liar milik Pemerintah Aceh dan SKPA, dengan rincian 15 rekening Kas Daerah dan 44 Rekening Operasional Kasda dan seluruh SKPA.

Protret Pendidikan Aceh Utara

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru (FIB)
Lhokseumawe, 24/10/11.
Sekolah Demokrasi Aceh Utara (SDAU) bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Serikat Pengembang Swadaya Masyarakat (SEPAKAT) (8/10) menyelenggarakan talkshow radio dengan tema Potret Pendidikan di Aceh Utara. Acara ini dilaksanakan di LSM SEPAKAT Jalan Peutua Ali No.49 Tumpok Teungeh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dan disiarkan secara langsung oleh RRI Pro 1 Lhokseumawe dari pulul 16.00-17.00 wib. Talkshow ini menghadirkan 6 orang nara sumber, masing-masing Bapak Khalidi (Kasi Penyusunan Program Dinas Pendidikan Aceh Utara dan Direktur KKB Finansial Lhokseumawe), Jefri Susetio, Salissufardi, Mustafa Kamal dan Muammar dari Sekolah Demokrasi Aceh Utara serta Ibu Milastri Muzakar dari Lembaga Indonesia Mengajar Jakarta.
Kasi Penyusunan Program Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara, Bapak Khalidi mengatakan : “ada kekhawatiran dari elemen sipil tentang pendidikan di Aceh Utara saat ini. Dalam menyelenggarakan pendidikan sebenarnya ada standar pelayanan minimal. Ada 27 indikator yang dinilai, 13 indikator di kabupaten dan 14 indikator di sekolah. Sekarang dalam perencanaan program bidang pendidikan juga lebih banyak menggunakan sistem dari bawah keatas. Tidak seperti dulu semua diatur dari atas kebawah, sekarang sistem dari bawah keatas lebih mendominasi. Walaupun sistem ini juga belum tentu bagus karena suara terbanyak tidak selamanya benar. Sedangkan yang menjadi kendala dalam memajukan pendidikan di Aceh Utara adalah ada perbedaaan persepsi dan pandangan tentang apa yang dipahami oleh Dinas Pendidikan dengan yang dipahami oleh masyarakat umum untuk memajukan pendidikan di Aceh utara”.
Kendala lain adalah pendidikan guru rendah. “Di Aceh Utara ada 12.000 orang guru tetapi hanya 2.000 orang yang berpendidikan S1. Masih banyak guru yang mengajar bukan berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahliannya. Ada guru PPKN mengajar Bahasa Inggeris, bagaimana bisa? Sebenarnya, gurunya saja kalau kita tes Ujian Akhir Nasional (UAN) belum tentu lulus, bagaimana dengan muridnya?. Oleh karena itu, memperbaiki kualitas guru penting. Dalam memperbaiki kualitas guru perlu dukungan dari legislatif dan eksekutif. Kalau kita merujuk kepada standar pelayanan minimal, maka pendidikan di Aceh Utara banyak rapor merahnya. Menurut UU No.14 tahun 2005, pendidikan guru minimal S1, sedangkan kendala lain masih banyak guru yang berstatus honorer dan pegawai bakti” demikian kata Khalidi.
Sedangkan ibu Milastri Muzakkar dari Indonesia Mengajar mengatakan : “Tidak ada jaminan guru PNS kualitasnya lebih baik dari guru honorer dan guru bakti. Kesalahan lain dalam sistem pendidikan kita di Aceh Utara  adalah guru hanya bertanggungjawab didepan kelas saja. Setelah anak-anak pulang, apa yang dilakukan oleh murid diluar sekolah, guru tidak lagi bertanggungjawab”. “Seharusnya guru tetap membimbing muridnya walau diluar kelas sekalipun. Kualitas pendidikan di Aceh utara masih rendah, contohnya di SD 4 Langkahan, ada murid sudah kelas 5 tetapi belum pandai membaca dan menulis, kemampuannya masih setara murid kelas 2 SD” kata Milastri.
Sementara Direktur LSM SEPAKAT, Edi Fadhil mengatakan : “Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten yang masih menghadapi tantangan besar dalam usaha memajukan pendidikan, misalnya kendala ketersediaan dan kualitas guru, sarana dan pra sarana sekolah yang masih minim, serta akses menuju sekolah yang masih terbatas. Banyaknya anggaran digelontorkan pemerintah untuk bidang pendidikan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan di Aceh. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 misalnya, siswa Aceh menduduki peringkat terendah di Indonesia. Sedangkan di bidang IPS pada SNMPTN 2011 menduduki peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini bertolak belakang dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini”. @Amru Alba Abqa

Rabu, 14 Desember 2011

Indonesia Negara "gagal"?

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru, 28 Nop 2011

Oleh : Amru Alba Abqa, S.Ap
Indonesia sudah merdeka 6 dekade, tepatnya 66 tahun pada 17 Agustus 2011 yang lalu. Tetapi jika kita bandingkan Indonesia dengan negara tetangga Malaysia yang belakangan merdeka, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand, Indonesia jauh ketinggalan walau negeri kita ini tidak seburuk kondisi negara-negara terbelakang di Asia dan Afrika. Indonesia memenuhi berbagai ciri untuk kita katakan gagal. Misalnya, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat secara layak (Stoddard ; 2000), tidak berhasil menanggulangi masalah dalam negeri dan tidak berdaya menepis tekanan luar negeri (Rotberg ; 2002), gagal menanggulangi permasalahan lingkungan dan politik (Diamond, Collaps ; 2005). Itu semua adalah ciri-ciri negara gagal secara fungsional.
Sedangkan secara eksistensial, Indonesia gagal karena tidak mampu menampilkan otoritas dan legitimasi kekuasaannya dihadapan berbagai kekuatan “gelap” seperti penyelundupan (barang dan manusia), perjudian, penjualan manusia, pelacuran, pencurian kayu dan hasil laut, korupsi, sampai terorisme (Arbi Sanit dalam Sistem Politik dan Pemerintahan Indonesia Transisional ; 2005). Pembangunan kota-kota besar di Indonesia sama sekali tidak memihak kepada rakyat kecil, tetapi berpihak kepada pengusaha dan konglomerat. Pusat-pusat bisnis dalam kota tidak menjaga kelestarian lingkungan, polusi udara, tidak ada tempat penampungan air sehingga banjir menjadi langganan dan bising. Jalanan didalam kota semberaut, kurang penataan, kurang pelayanan dari polisi lalu lintas dan masyarakat sudah tidak bisa menikmati keindahan alam yang asri.
Cara yang diterapkan untuk menanggulangi kemiskinan selalu keliru, korupsi merajalela sehingga uang rakyat bocor disana-sini sampai mendekati 50% dari total anggaran yang tersedia. Etos kerja aparat pemerintah juga rendah, pelayanan kesehatan buruk, kurang keterampilan aparatur pemerintah dan terbatasnya wawasan para wakil rakyat. Buruknya tingkat kesehatan masyarakat karena kurang gizi, masyarakat kurang gizi karena rendahnya pendapatan, pendapatan rendah karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan, pengetahuan rendah karena rendahnya pendidikan, pendidikan rendah karena kurang pendapatan, pendapatan kurang karena keterbatasan lapangan kerja, berputar-putar disekitar itu-itu saja seperti lingkaran setan.
Biaya pendidikan mahal, masyarakat kita hanya bangga dengan simbol, misalnya bangga apabila telah memiliki ijazah sarjana, padahal tidak punya kemampuan nyata dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Sekolah tidak menciptakan manusia siap pakai, sekolah kejuruan yang diharapkan menciptakan manusia siap pakai juga tidak berkembang. Kemiskinan juga disebabkan oleh sistem pendidkan yang salah. Meskipun sudah puluhan tahun membangun perekonomian dengan berpijak pada prinsip pasar tetapi masih saja pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak cenderung membaik. Buktinya hingga saat ini rakyat kita belum juga sejahtera. Ternyata ekonomi pasar justru menghasilkan kesengsaraan, kesenjangan, kemunduran, ketergantungan, dan kerentanan.
Akar masalah kegagalan ekonomi adalah banyaknya ekonom pasar yang memihak kepada pemilik modal, dalam hal ini pengusaha asing. Apa yang terjadi di Indonesia saat ini bukan saja pertarungan ideologi ekonomi neoliberalisme melawan sistem ekonomi produk pendiri bangsa seperti Muhammad Hatta dengan koperasinya tetapi sudah berada pada pertarungan kedaulatan. Indonesia tidak bisa lagi mengatur perekonomiannya sendiri karena hampir semua sektor dikuasai pihak asing. Ekonomi pasar bebas telah menyebabkan kegagalan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Menurut Plato, tujuan pembentukan negara  adalah untuk menerapkan nilai keadilan di tiap kelas masyarakat dengan cara yang komprehensif. Keadilan yang dimaksud Plato adalah setiap individu, baik itu sahaya atau merdeka, pria atau wanita, pekerja atau pemerintah harus konsisten dengan pekerjaan dan profesi masing-masing.
Sebuah negara muncul dan berdiri karena kebutuhan, karena manusia perlu pertolongan orang lain, karena rakyat membutuhkan pemerintah dan pemerintah juga membutuhkan rakyat. Negara lahir karena manusia tak mampu memenuhi kebutuhannya sendirian. Ketika manusia tak mampu memenuhi semua kebutuhannya, maka perlu ada interaksi sosial. Ketika terjadi interaksi sosial maka akan terjadi gesekan-gesekan yang mengakibatkan distorsi hak dan kewajiban sehingga memerlukan wadah untuk menampung aspirasi dan terpenuhinya hak warga negara secara adil, dari sini jelaslah terlihat bahwa manusia membutuhkan negara.
Indonesia terus dirundung kegagalan karena kurangnya kapabilitas pemimpin, politisi dan rakyat, pengorganisasian kekuasaan negara, tidak baiknya sistem politik dan pemerintahan (Arbi Sanit ; 2005). Proses politik dan pemerintahan sama-sama berlangsung dengan mengandalkan kekuasaan. Proses politik dan pemerintahan saling berkaitan, dimana proses politik berfokus pada upaya memperoleh kekuasaan dan proses pemerintahan  berfokus pada upaya meraih dan memamfaatkan kekuasaan. Baik masyarakat maupun Negara, dalam proses politik dan pemerintahan saling terpaut pada fungsi dan peran partai politik, sama-sama terikat kepada suatu sistem kinerja kekuasaan untuk menghasilkan kebijakan publik.
Kita merasa bahwa kita telah sukses menjalankan demokrasi karena kita punya DPR dan ada presiden yang dipilih secara demokratis. Namun sayangnya demokrasi sepertinya menjadi tujuan utama negara ini. Kita memilih presiden hanya sekedar untuk memilih dan Indonesia tidak berubah, korupsi masih merajalela, hukum hanya menjadi mainan orang-orang yang berkuasa dan pemberantasan korupsi hanya slogan semata. Sistem tidak akan mengubah apapun karena orang didalamnya tidak mau melakukan apapun. Sistem politik boleh tetap sama namun orang harus berubah tetapi di Indonesia yang terjadi sebaliknya, sistem sudah berubah dari diktator menjadi demokrasi, namun orangnya tidak pernah berubah. Penguasa masih suka membuat kerajaan-kerajaan kecil di pemerintahan (kabupaten), para politikus menjadi penguasa negara, mereka tidak takut akan apapun, reformasi telah gagal merubah pola pikir pemimpin kita.
Penulis adalah Executif Director of North Aceh Peasants Community Union dan Student at Demokratic School of North Aceh.

Senin, 12 Desember 2011

Menghina Imam, Diusir

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru, Aceh Utara.
Seorang penduduk dari Gampong Pulo Awe, Kecamatan Kuta Blang Bireuen, Jafar Daud diusir dari gampong Pulo Awe oleh Aparat Gampong (desa) karena menghina Imum Gampong (Imam Desa). Pengusiran salah seorang penduduk ini dilakukan oleh aparat gampong dengan persetujuan warga melalui Rapat Gampong yang dipimpin oleh Geusyik Gampong Pulo Awe, Zulkifli. Sebenarnya korban, Jafar Daud yang diusir itu masih ada hubungan famili dengan Geusyik Gampong (Kepala Desa).
Dilain pihak, korban pengusiran, Jafar Daud mengatakan “Saya diusir bukan karena menghina Imum Gampong (Imam Desa) tetapi karena saya mempertanyakan bantuan sebesar 110.000.000,- (seratus sepuluh juta) yang telah disalurkan ke Gampong Pulo Awe Kuta Blang”. Bantuan itu menurut Jafar Daud sudah diterima oleh Aparat Gampong Pulo Awe tetapi tidak disalurkan kepada kelompok ternak sebagai orang-orang yang berhak menerima bantuan tersebut. Jadi pengusiran dilakukan bukan karena dia menghina Imum Gampong. Pengusiran Jafar Daud dari Gampong Pulo Awe Kutablang ditandai dengan dikeluarkannya Surat Pengusiran Nomor : 84/PA/2011 tanggal 05 Oktober 2011 yang ditandatangani oleh Geushik Gampong (Kepala Desa) dan Tuha Peut (Dewan Perwakilan Desa) Pulo Awe Kuta Blang.
Sementara dilain pihak, Ketua “Kelompok Usaha Desa” Burhanuddin turut membela tindakan Aparat Desa dengan mengatakan : “Bantuan UEPG yang diterima Kelompok “Usaha Desa” sudah disalurkan kepada yang berhak menerima bantuan tersebut yaitu para peternak di Gampong Pulo Awe. Bantuan ini sudah disalurkan kepada 20 KK. Penyaluran bantuan yang sudah dilakukan adalah bantuan tahap pertama, sedangkan penyaluran tahap kedua menjadi macet karena para penerima tahap I belum mengembalikannya. Penyaluran bantuan tahap II hanya bisa dilakukan jika penerima tahap I sudah mengembalikanya karena bantuan ini menggunakan sistem bergulir. @ABQ

Mantan Tuha Peut Diteror

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru, Aceh Utara
Mantan Ketua Tuha Peut Gampong Mns Drang Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara, Alamsyah Ali (71) senin (17/10) menerima teror dari nomor 085371941321.  Penelpon gelap ini mengatakan “Kalau bapak membuka rahasia mantan geuchik maka rumah bapak akan saya bakar dan bapak segera menyiapkan kain kafan untuk bapak sendiri”. Pengancam mengaku dari Bireuen, dia menelpon 2 kali. Saat menelpon kali pertama, mengaku salah masuk dengan alasan ingin berbicara sama Bang Din dan Alamsyah sempat memperkenalkan diri sebelum telpon ditutup. “Setelah itu OTK tersebut menelpon sekali lagi, lalu mengancam” kata Alamsyah. OTK ini mencoba menghentikan kekritisan saya tentang sebab-sebab mantan geushik diturunkan sebelum masa kepemimpinannya berakhir akibat dari mosi tidak percaya, demikian Alamsyah menerangkan kepada wartawan FIB (19/10) saat diwawancarai dikediamannya.

Alamsyah berharap agar permasalahan ini diselesaikan dengan kepala dingin dan kekeluargaan. Aksi teror ini membuat beliau dan keluarganya terganggu. Istri Alamsyah mengatakan “Bukan hanya bapak yang diteror dengan nomor yang sama tetapi menantu saya juga” dengan nada sedikit gemetar karena takut. Alamsyah juga menjelaskan, “Ketika saya Tuha peut, banyak keputusan-keputusan yang diambil Tuha Peut tidak dijalankan oleh geushik, datanya masih saya simpan termasuk tandatangan geushik, bendahara tidak difungsikan dan pembukuan tidak transparan. Akibat dari apa yang diputuskan dirapat tidak dijalankan maka saya mengundurkan diri sebagai Tuha Peut, saya menyampaikan ini ke camat dan pengunduran diri saya diterima.

Saat didatangi wartawan kerumahnya, mantan geushik Mns Drang, Hasbi Syam (51) tidak berada ditempat. Ketika dikonfirmasi via telepon seluler beliau mengatakan ”masalah lapangan bola sudah selesai, sudah diadakan rapat dengan perangkat desa. Masalah ganti rugi juga sudah diselesaikan sama yang bersangkutan, bukan melalui geuchik tetapi melalui pemuda gampong. Sedangkan mengenai serah terima aset gampong dari geuchik lama ke geushik baru sudah saya laksanakan. Hanya saja akte tanah yang belum saya serahkan karena saya tidak berada di Gampong dan masalah LPJ sudah ditandatangani oleh Tuha Peut. SK pertanggungjawaban diserahkan kepada Tuha Peut juga. Waktu pelantikan geuchik baru, saya tidak ada ditempat, sehingga LPJ tidak bisa diserahkan pada saat pelantikan dan saya siap mempertanggunjawabkan LPJ tersebut” tegasnya. Hasby Syam juga menambahkan bahwa  “LPJ yang harus saya pertanggungjawabkan hanya 4 tahun karena saya diturunkan sebelum periode kepemimpinan saya berakhir”.

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) pernah mengeluarkan pernyataan bahwa “Pembebasan lahan di Gampong Meunasah Drang dilakukan oleh Pemerintah Aceh Utara untuk pertapakan rumah tsunami dan pelebaran lapangan bola kaki terindikasi dilakukan secara inprosedural”. Dalam pembebasan kedua lahan tersebut terindikasi ada permainan yang merugikan masyarakat dan keuangan daerah. MaTA mendesak kepada penegak hukum agar persoalan tersebut segera diluruskan. Hal ini bertujuan agar praktek-praktek “permainan” yang merugikan keuangan daerah dapat terselesaikan. (IRM)

Jumat, 02 Desember 2011

PT PIM Bantah Kelangkaan Pupuk

Surat Kabar Independen Forum Indonesia Baru, Lhokseumawe
Manager Humas PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) Mustafa Taher,  membantah kelangkaan pupuk diwilayah Timur Aceh Utara yang sedang masa tanam, saat dikonfirmasi FIB diruang Humas PT PIM Krueng Geukuh, Lhokseumawe. “Produksi pupuk PT PIM 90.000 ton per tahun. Produksi 2 bulan saja bisa menutupi kebutuhan pupuk untuk seluruh Aceh, sisa produksi 10 bulan lagi, kita jual ke Medan, Pekanbaru dan Padang. Kita punya data tentang jumlah kebutuhan pupuk di seluruh Aceh, jadi kekurangan pupuk tidak mungkin terjadi. Produksi melebihi kebutuhan, distribusi juga sudah sesuai kebutuhan. Sedangkan data tentang kebutuhan pupuk dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan Aceh Utara. Mereka yang tahu berapa kebutuhan pupuk untuk petani, soal data ini mereka yang bertanggungjawab” kata Mustafa (11/11). Untuk Aceh Utara saja ada 5 distributor. Distributor wilayah barat membawahi 5 kecamatan seperti Muara Batu, Dewantara dan sekitarnya. Wilayah tengah 7 kecamatan untuk Muara Satu dan sekitarnya, Wilayah Bayu dan Sekitarnya 9 kecamatan, Baktya dan sekitarnya 5 kecamatan.
Menanggapi penyelewengan pupuk bersubsidi, Mustafa mengatakan “Soal penyelewengan dimana-mana ada, bukan berarti kita membiarkan terjadi penyelundupan tetapi semua orang mau cari untung, ini kriminal. ini tugas polisi untuk membuktikan ada penyelundupan dan ada pengiriman pupuk bersubsidi ke Medan. Kalau ada bukti, kita juga akan memecat distributor nakal tersebut. Untuk mencegah pupuk bersubsidi disalah gunakan, sekarang PT PIM juga merubah warna pupuk bersubsidi dengan warna pink”.
Soal kelangkaan pupuk di Kecamatan Matang Kuli sebagaimana di sampaikan Geuchik Matang Munje, Muhammad Yacob (51), Manager Humas meminta wartawan menanyakan langsung kepada distributor. Untuk kecamatan Matang Kuli distributornya adalah CV Pakat Jaya dan mereka punya kantor. Pada bulan Oktober ada penambahan pupuk 110 ton dan pada November ini ada penambahan 170 ton ke Matang Kuli, Kuta Makmur, Simpang Keuramat, Pirak Timu, Paya Bakong dan Geureudong Pase. Sedangkan ke Tanah luas dan sekitarnya pada Oktober ada penambahan 105 ton. Mustafa juga mengatakan “Pada saat terjadi kelangkaan pupuk di Matang Kuli, sebenarnya pupuk sudah tersedia tetapi tidak ditebus oleh distributor, dalam hal ini CV Pakat Jaya”.
Ketika wartawan menanyakan apa mungkin distributor tidak punya uang untuk menebus pupuk, Manager Humas ini membantah, Mustafa mengatakan, mereka terlambat menebus karena terlambat menghimpun data dan terlambat mengechek ke kios-kios tentang jumlah kebutuhan pupuk di Matang Kuli dan 6 kecamatan lainnya yang menjadi tugas CV Pakat Jaya untuk mendistribusikannya, setelah didata ternyata kebutuhannya 170 ton, katanya.
Menanggapan pertanyaan wartawan tentang kemungkinan peluang kerjasama dengan petani, Manager Humas PT PIM, Mustafa Taher mengatakan PT PIM tidak bisa jual pupuk langsung ke petani, tetapi Kelompok Tani bisa membuka kios eceran pupuk yang resmi, nanti pupuk akan didistribusikan oleh distributor yang ditunjuk untuk kecamatan tempat Kelompok Kani itu berdomisili. Saat ini ada 39 distributor pupuk PT PIM diseluruh Aceh. @ABQ